Selasa, 29 Oktober 2024

Malas Menegur

         Beberapa hari terakhir ini, seluruh insan pendidikan “ jengah “ dengan pemberitaan tentang seorang guru ( honorer ) yang ditahan karena pelanggaran menegur anak didiknya yang nakal. Anak didik tersebut adalah anak dari seorang polisi dank arena merasa tidak terima dengan sikap guru tersebut,maka kasus itu kemudian dijalankan secara hokum dengan cara “ senyap “. Akibat tidak menyadarinya, dan memang guru tersebut meyakini bahwa tindakannya itu adalah sesuai kapasitasnya sebagai pendidik maka tidak ada upaya guru itu untuk melawan. Apalagi yang dilawan adalah wali murid yang memiliki kuasa. Dan akibatnya,guru tersebut “ dipaksa “ menikmati dinginnya lantai kamar tahanan.

Masa kini, situasi di sekolah menjadi semakin menantang bagi para guru, terutama ketika harus berhadapan dengan siswa-siswa yang nakal. Banyak guru merasa enggan menasehati atau memberikan teguran kepada siswa karena takut akan kemungkinan dilaporkan ke polisi. Ketakutan ini muncul karena ada kecenderungan siswa atau orang tua yang tidak menerima teguran dan beranggapan bahwa tindakan guru adalah kekerasan atau pelanggaran hak anak. Akibatnya, guru menjadi ragu-ragu dalam mendisiplinkan siswa, yang akhirnya mengganggu proses pembentukan karakter siswa di sekolah.

Keengganan guru dalam menasehati siswa nakal dapat berdampak pada pendidikan karakter siswa. Ketika guru tidak berani memberikan teguran kepada siswa yang melanggar aturan, siswa bisa merasa seolah-olah mereka bebas bertindak sesuka hati tanpa batasan. Hal ini tentu merugikan siswa itu sendiri, karena disiplin merupakan salah satu aspek penting yang harus dimiliki setiap individu untuk berhasil dalam kehidupan. Ketidaktegasan guru dapat membuat siswa merasa bahwa tindakan mereka selalu dibenarkan, padahal teguran yang diberikan sebetulnya bertujuan untuk mengarahkan mereka ke jalur yang benar.

Selain itu, ketakutan guru terhadap potensi pelaporan ke pihak berwenang juga bisa membuat hubungan antara guru dan siswa menjadi kurang hangat. Padahal, hubungan yang baik antara guru dan siswa sangat penting dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif. Ketika guru enggan menegur siswa, jarak emosional di antara mereka bisa semakin lebar. Siswa merasa tidak dihargai dan mungkin kehilangan rasa hormat terhadap guru. Sementara itu, guru merasa kurang leluasa menjalankan tugasnya secara penuh. Hal ini tentu berdampak negatif pada dinamika sekolah.

Dalam jangka panjang, situasi ini dapat merusak tatanan pendidikan di sekolah. Guru, sebagai sosok yang seharusnya menjadi teladan dan pendidik, harus memiliki keberanian untuk menegur demi kebaikan siswa. Namun, jika guru terlalu dibayangi oleh ketakutan akan dilaporkan, maka siswa yang nakal tidak akan mendapatkan pembinaan yang seharusnya. Mereka tumbuh tanpa memahami batasan yang perlu dijaga dalam pergaulan dan perilaku sehari-hari. Akibatnya, mereka mungkin akan membawa sikap tersebut hingga dewasa, yang pada akhirnya bisa berdampak buruk bagi lingkungan sosial.

            Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya dukungan dari pihak sekolah, pemerintah, dan juga masyarakat untuk memberikan pemahaman yang tepat tentang peran guru dalam mendidik siswa. Sekolah dan para guru harus diberikan perlindungan dalam menjalankan tugas mendidik agar tidak mudah dilaporkan hanya karena teguran atau nasihat yang diberikan. Dengan begitu, guru bisa menjalankan perannya secara efektif tanpa takut memberikan nasihat yang penting bagi siswa. Keseimbangan antara hak siswa dan kewajiban guru dalam mendidik harus selalu terjaga, sehingga tercipta generasi yang berdisiplin dan berkarakter baik..

        Semoga masalah ini segera mendapatkan jalan penyelesaian dari segala macam pihak yang berkepentingan dengan dunia pendidikan, terutama dari Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah di era pemerintahan baru .

Minggu, 27 Oktober 2024

Pasca PGP Berakhir

Sabtu dan Minggu tanggal 26 dan 27 Oktober 2024 hampir di seluruh wilayah Indonesia dilaksanakan  Lokakarya 7 Program Guru Penggerak sekaligus Panen Hasil Belajar. Kegiatan tersebut menandakan bahwa kegiatan yang telah dilaksanakan selama 6 bulanan itu dinyatakan telah selesai. Sang Calon PGP tinggal menunggu pengumuman resmi untuk diumumkan lulus dari PHP dan kemudian sah menyandang predikat GP ( Guru Penggerak) Angkatan 10. Mudah mudahan setelah usainya PHP ini para peserta yang terdiri atas guru guru hebat ini tidak kebingungan menentukan arah navigasi pendidikan  khususnya pendidikan  di sekolah dimana ia bertugas. Beberapa tips ini bisa dijadikan referensi untuk memaksimalkan perannya nanti dalam dunia pendidikan.
Setelah dinyatakan lulus dari program pendidikan Guru Penggerak, terdapat berbagai langkah yang dapat diambil untuk memaksimalkan manfaat dari program tersebut dalam karier pendidikan. Sebagai lulusan, guru telah dibekali keterampilan kepemimpinan, inovasi, dan pengetahuan dalam pengembangan pembelajaran yang berpusat pada murid.
Pertama, Sang GP bisa memulai dengan menerapkan ilmu yang didapat dalam kelas, sehingga perubahan yang diharapkan pemerintah bisa diwujudkan secara langsung. Menggunakan pendekatan yang lebih inovatif dalam pembelajaran akan membuat siswa lebih aktif dan pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Kedua, seorang Guru Penggerak juga dapat berperan lebih besar dalam lingkup sekolah. Lulusan program ini bisa mulai terlibat dalam penyusunan kurikulum dan menjadi inisiator kegiatan-kegiatan pengembangan profesional bagi rekan guru lainnya. Keterampilan kepemimpinan yang diperoleh selama pelatihan memungkinkan lulusan menjadi agen perubahan di sekolah, mengajak para guru lain untuk berinovasi dan menerapkan praktik pembelajaran yang berfokus pada kebutuhan siswa. 

Ketiga dalam lingkup yang lebih luas lagi, Guru Penggerak dapat berkontribusi di komunitas pendidikan, seperti dengan bergabung dalam forum-forum guru, komunitas, atau asosiasi profesi. Dalam komunitas ini, lulusan bisa berbagi praktik baik, mengadakan diskusi, atau menjadi narasumber dalam kegiatan pelatihan dan seminar untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Keberadaan Guru Penggerak di komunitas dapat memberi pengaruh positif yang lebih luas dan menciptakan jejaring yang lebih kuat dengan sesama penggiat pendidikan. Hal ini juga memungkinkan Guru Penggerak belajar dari pengalaman orang lain dan terus berkembang secara profesional.

Keempat, di luar sekolah dan komunitas, Guru Penggerak juga memiliki kesempatan untuk berkolaborasi dengan pemerintah daerah atau lembaga pendidikan lainnya. Banyak daerah yang membutuhkan guru yang mampu memimpin perubahan, sehingga lulusan bisa menawarkan ide-ide atau program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan daerah setempat. Dengan berkolaborasi, mereka bisa ikut terlibat dalam pengembangan kebijakan atau program yang relevan, sehingga perubahan yang dicita-citakan dapat terwujud secara sistemik dan berkelanjutan di tingkat yang lebih luas.

Terakhir, lulusan program Guru Penggerak diharapkan terus mengembangkan diri dan tidak berhenti belajar. Mereka bisa mengikuti pelatihan tambahan, kursus daring, atau seminar yang sesuai untuk memperkaya pengetahuan dan keterampilan. Dengan menjadi pembelajar sepanjang hayat, Guru Penggerak dapat terus relevan dan adaptif terhadap perubahan zaman, sehingga tidak hanya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, tetapi juga menginspirasi generasi berikutnya untuk mengikuti jejak mereka dalam menggerakkan perubahan.