Aku sudah menyiapkan sayapku,
menjahit setiap robeknya dengan harapan,
menyulamnya dengan mimpi-mimpi yang gemetar ingin lahir.
Aku sudah merasakan angin di ujung jari,
dan di mataku, angkasa bukan lagi jauh —
hanya satu kepakan lagi.
Tapi sebelum aku lepas landas,
sebuah tangan tak terlihat meraihku,
mematahkan sayap yang kubentuk dengan luka dan doa.
Langit tetap biru di atas sana,
tapi aku terkurung di tanah,
menghitung bintang yang seharusnya bisa kugapai.
Dan aku bertanya pada diriku sendiri,
apakah sayap itu akan tumbuh lagi,
atau aku harus belajar terbang
dengan hati yang masih retak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar